Jumat, 30 November 2012


Menilik Perbandingan Antara Teori Hukum Klasik Dengan Teori Hukum Modern
Sebuah Kajian Singkat
Oleh: Inda Rahadiyan


Pembicaraan mengenai teori hukum mencakup pembicaraan mengenai konsep-konsep yang dikenal di dalam hukum (konsep hukum). Hal ini dapat dipahami karena teori itu sendiri tidak lain merupakan seperangkat konstruk (konsep), batasan dan preposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang realitas dengan merinci hubungan-hubungan antara variable dengan tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas yang dimaksud kepada masyarakat (kepada publik). Sementara itu teori hukum memiliki pengertian sebagai proses dan sebagai produk. Sebagai proses, teori hukum merupakan aktivitas/kegiatan yang bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai realitas hukum dan sebagai suatu proses teori hukum merupakan hasil kegiatan teoritik di bidang hukum yang wujudnya berupa keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. Dengan demikian, berdasarkan pada kedua definisi sebagaimana tersebut maka jelas bahwa pembicaraan mengenai teori hukum klasik dan teori hukum modern merupakan bagian penting dalam pembicaraan mengenai teori hukum itu sendiri.
Menurut konsep hukum klasik, hukum tidak lain merupakan seperangkat norma moral-sosial, realitas kodrati yang bersifat universal, normatif dan eksis dalam alam sollen (alam ide) serta bersifat priori. Sebagai suatu normal moral sosial berarti bahwa hukum itu sebagai pedoman berperilaku bagi setiap manusia dalam masyarakat yang kaya dengan berbagai nilai moral. Bersifat kodrati daam hal ini berarti bahwa hukum itu telah ada sejak dahulu sebagai suatu kodrat dari Tuhan yang kemudian ada dalam alam semesta sehingga bersifat universal (berlaku secara umum dimana pun dan kapan pun), berada dalam alam sollen berarti bahwa hukum itu adalah apa yang seharusnya atau apa yang idealnya terjadi. Selain itu hukum juga bersifat priori yang berarti bahwa hukum itu berada pada garda depan dalam kehidupan manusia sehingga manusia sebagai anggota masyarakat kemudian mengikuti isi dari norma hukum tersebut.
Terdapat beberapa teori yang termasuk ke dalam teori hukum klasik ini. Beberapa teori sebagaimana dimaksud yaitu; teori hukum Islam, teori hukum Yunani-Romawi serta teori hukum alam. Masing-masing teori tersebut memiliki kekhasan yang akan dibahas dalam uraian ini.
Berdasarkan pada teori hukum Islam maka hukum yang dimaksud tidak lain adalah kaidah hukum Allah yang disebut dengan syariah. Syariah dalam teori ini diartikan sebagai hukum Allah SWT yang diwahyukan kepada para Rasulullah bagi seluruh umat manusia. Sebagai suatu kaidah hukum yang berasal dari Tuhan maka syariah ini bersifat abadi dan universal. Bersifat abadi dan universal berarti bahwa ketentuan-ketentuan di dalam syariah itu akan tetap berlaku sejak dahulu hingga hari akhir dan universal berarti bahwa ketentuan-ketentuan di dalam syariah itu berlaku secara umum bagi setiap manusia, kapan pun dan dimanapun. Sebagai suatu hukum maka syariah memiliki jangkauan yang meliputi; kesatuan ayat qauliyah dan ayat qauniyah, kesatuan das sollen dengan das sein, kesatuan dinamikam kesatuan dunia akhirat serta mengakomodir baik keadaan normal maupun keadaan darurat. Dengan perkataan lain bahwa segala keadaan atau kondisi yang terjadi dalam kehidupan manusia telah diatur dalam syariah yang di dalam ajaran Islam syariah itu terdiri dari dua hal yaitu kaidah ibadah dan kaidah muamalah. Mengenai hubungan antara syariah dengan negara dan masyarakat, teori hukum Islam dengan jelas menyebutkan bahwa kedudukan negara dan masyarakat adalah subordinat (lebih rendah) terhadap syariah. Dengan demikian maka segala perilaku negara termasuk masyarakat di dalamnya harus sesuai atau berdasarkan pada syariah. Dalam hubungan yang lebih konkrit maka hukum negara, hukum masyarakat serta hukum manusia itu sendiri haruslah berada dalam bingkai syariah. Selain memberikan penjelasan mengenai kedudukan syariah sebagaimana dimaksud, berdasarkan teori hukum Islam ini keadilan dipandang sebagai suatu proporsionalitas antara hak dan kewajiban setiap manusia dalam peran dan kedudukannya yang plural serta kedekatannya dengan Allah SWT.
Kemunculan teori hukum Yunani – Romawi berawal pada masa kenabian Nabi Daud As dan Nabi Musa As. Menurut teori hukum ini, hukum berasal dari dewa yang merupakan anugerah terbesar bagi manusia. Sebagai anugerah terbesar bagi manusia menurut teori ini hukum didefinisikan sebagai tatanan perdamaian yang dialndaskan pada keadilan, memerintahkan orang untuk menahan diri serta menyerahkan penyelesaian sengketa pada hakim. Dalam teori ini hukum memiliki kedekatan dengan agama bahkan hukum dan agama dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai akibat dari pandangan yang demikian maka para nabi, pastur, pendeta, gereka serta raja merupakan sumber hukum, pembuat hukum, pelaksana serta penegak hukum. Kedudukan beberapa golongan sebagaimana dimaksud kemudian menimbulkan suatu kondisi pengkultusan terhadap kaidah hukum yang dibuat oleh golongan-golongan tersebut. Menurut pendapat penulis, dapat dikatakan bahwa tidak ada pemisahan antara kehidupan beragama dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada masa berkembangnya teori ini muncul pula pemikiran pemikiran mengenai hukum dan keadilan dari dua orang filosof terkemuka yaitu Plato dan Aristoteles. Plato mengemukakan sebuah pendapat mengenai keadilan yang pada intinya menyatakan bahwa keadilan merupakan kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan seseorang sementara Aristoteles membagi konsep mengenai keadilan menjadi keadilan distributif dan keadilan kolektif.
Teori hukum ke tiga yang termasuk dalam teori hukum klasik adalah teori hukum alam. Menurut teori ini, ‘alam’ merupakan dasar dar adanya hukum. Sementara inti dari alam terdapat di dalam akal dengan Tuhan sebagai sumber tertinggi dari akal tersebut. Oleh karena itu hukum alam sebagai hukum yang bersumber dari Tuhan bersifat abadi dan universal. Selain itu, menurut teori ini, hukum juga merupakan penuntun perkembangan dan pelaksanaannya secara ideal. Hukum dalam teori ini sarat dengan nilai moralitas dan tidak memisahkan antara das sollen dengan das sein serta berisi asas-asas yang absolut.
Tokoh-tokoh teori hukum alam ini adalah Thomas Aquinas, Grotius, D.Hume, Thomas Hobbes, John Locke serta Lon Fuller. Menurut Thomas Aquinas, kehidupan dunia diatur oleh tatanan (akal) ketuhanan yang merupakan hukum tertinggi. Terdapat empat macam hukum menurutnya yaitu; Lex aeterna yang merupakan hukum dari Tuhan untuk mengatur alam semesta, Lex naturalis yang berisi petunjuk umum tentang naluri untuk mempertahankan hidup, membentuk keluarga, mengenal Tuhan serta hidup bermasyarakat, Lex divina yang merupakan penjabaran dari lex aeterna (tercantum dalam kitab perjanian lama dan kitab perjanjian baru) serta lex humana yang merupakan hukum buatan manusia. Mengenai keadilan, Thomas Aquinas berpendapat mengenai adanya keadilan distributif dan keadilan komutatif.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa disamping teori hukum klasik terdapat pula teori hukum modern sebagai bagian dari kajian teori hukum. Konsep hukum modern muncul pada abad ke 19. Berdasarkan konsep ini, modern berarti otonom, logis, rasional, mekanis serta teratur. Hukum berdasarkan pada konsep modern ini dipandang sebagai norma buatan manusia yang lahir melalui kesepakatan dalam suatu musyawarah perwakilan. Hukum yang lahir dari kesepakatan tersebut kemudian dipositifkan dan dikodifikasikan (dihimpun dalam sebuah kitab undang-undang) sehingga bersifat sistematis, mekanis, linier, determistik. Hukum yang demkian kemudian menjadi hukum postif, hukum yang berlaku pada suatu tempat pada saat itu atau yang dikenal juga dengan istilah Ius constitutum. Di Indonesia,konsep yang demikian dikenal dengan istilah Ilmu Hukum (Jurisprudence) atau legal doctrine atau legal theory.
Kemunculan konsep hukum modern sebagaimana tersebut di atas dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, adanya pemikiran dari August Comte yang pada pokoknya menyatakan bahwa terdapat beberapa era dalam kehidupan manusia yaitu era teologis, era metafisis, era fisis/positivis. Pada era teologis, manusia selalu taat kepada Tuhan nya. Hal demikian menyebabkan manusia menjadi kurang kreatif dan kurang mampu untuk berfikir karena yang ada hanyalah ketaatan kepada Tuhan. Pada Era metafisis, manusia mulai menyadari bahwa disekitar kehidupannya terdapat hal-hal yang bersifat fisis/nampak dan metafisis/kekuatan-kekuatan yang tidak nampak tetapi diyakini keberadaannya serta memberikan pengaruh yang luar biasa. Sementara itu pada era fisis/positifis, manusia mulai terfokus pada hal-hal yang bersifat fisis dimana hal-hal tersebut dikendalikan oleh akal pikiran manusia. Sejak saat itulah manusia mulai mengendalikan akal pikirannya dan tidak lagi bergantung kepada Tuhan beserta hal-hal yang bersifat metafisis.
Menurut Henry S. Maine, kehidupan manusia pada era modern berdasarkan pada adanya suatu kontrak bukan berdasarkan pada status sosial yang dimilikinya. Dengan demikian, manusia kan dihargai atas dasar prestasi/pencapaiannya tanpa memandang status sosial keluarga atau orang tuanya. Selain pemikiran ini, kemunculan teori hukum modern juga dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan-perubahan kehidupan yang siginifikan pada abad ke 18 salah satunya adalah revolusi industri di Inggris. Pada pokoknya revolusi tersebut menuntut adanya perubahan kehidupan dalam masyarakat Inggris yang digerakkan oleh tuntutan golongan borjuis (golongan pemilik modal) sebagai kelas baru dalam masyarakat Inggris saat itu. Kaum borjouis sebagai kekuatan baru melakukan gugatan terhadap kehidupan masyarakat yang saat itu didominasi oleh golongan kaisar dan golongan gereja.
Pemikiran Rene des Cartes yang sangat terkenal dengan ajarannya ‘Cogito Ergo Sum’ (aku berfikir maka aku mengenal) turut pula melatarbelakangi kelahiran teori hukum modern ini. Hingga Rene des Cartes kemudian dikenal sebagai Bapak Hukum Modernisme. Berkaitan dengan ajaran tersebut, kemampuan berfikir itu ada pada setiap manusia berakal sehingga rasionalisme selalu beriringan dengan individualisme. Dengan perkataan lain, dalam aliran modernism selalu terdapat aliran rasionalisme dan individualisme. Dalam hal ini modernisme diartikan sebagai suatu aliran filsafatik yang menempatkan rasio (akal manusia) di atas segalanya. Selain pemikiran Rene des Cartes, pemikiran Isaac Newton melalui teori atomnya juga turut melatarbelakangi kemunculan teori hukum modern. Menurut Isaac Newton, alam ini bersifat fisis.
Berkaitan dengan aliran modernism, hal-hal yang dapat menjadi objek garapan di dalam berfikir adalah hal-hal yang bersifat fisis atau materiil yang tak lain adalah benda-benda yang dapat dilihat dengan panca indra. Dengan demikian, dalam aliran modernism juga terkandung faham materialisme (jelas, tegas dan pasti) dan positifisme. Apabila dikaitkan dengan keberadaan hukum, maka hukum menjadi suatu kaidah yang konkrit pada saat hukum itu dipositifkan sehingga puncak daripada perkembangan hukum tidak lain adalah pada saat hukum yang telah dipositifkan tersebut kemudian dikodifikasikan dalam suatu kitab undang-undang.