Menilik
Perbandingan Antara Teori Hukum Klasik Dengan Teori Hukum Modern
Sebuah
Kajian Singkat
Oleh:
Inda Rahadiyan
Pembicaraan mengenai teori hukum mencakup pembicaraan
mengenai konsep-konsep yang dikenal di dalam hukum (konsep hukum).
Hal ini dapat dipahami karena teori itu sendiri tidak lain merupakan
seperangkat konstruk (konsep), batasan dan preposisi yang menyajikan
suatu pandangan sistematis tentang realitas dengan merinci
hubungan-hubungan antara variable dengan tujuan untuk menjelaskan dan
memprediksi realitas yang dimaksud kepada masyarakat (kepada publik).
Sementara itu teori hukum memiliki pengertian sebagai proses dan
sebagai produk. Sebagai proses, teori hukum merupakan
aktivitas/kegiatan yang bertujuan untuk memberikan penjelasan
mengenai realitas hukum dan sebagai suatu proses teori hukum
merupakan hasil kegiatan teoritik di bidang hukum yang wujudnya
berupa keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan sistem
konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. Dengan
demikian, berdasarkan pada kedua definisi sebagaimana tersebut maka
jelas bahwa pembicaraan mengenai teori hukum klasik dan teori hukum
modern merupakan bagian penting dalam pembicaraan mengenai teori
hukum itu sendiri.
Menurut konsep hukum klasik, hukum tidak lain merupakan
seperangkat norma moral-sosial, realitas kodrati yang bersifat
universal, normatif dan eksis dalam alam sollen (alam ide) serta
bersifat priori. Sebagai suatu normal moral sosial berarti bahwa
hukum itu sebagai pedoman berperilaku bagi setiap manusia dalam
masyarakat yang kaya dengan berbagai nilai moral. Bersifat kodrati
daam hal ini berarti bahwa hukum itu telah ada sejak dahulu sebagai
suatu kodrat dari Tuhan yang kemudian ada dalam alam semesta sehingga
bersifat universal (berlaku secara umum dimana pun dan kapan pun),
berada dalam alam sollen berarti bahwa hukum itu adalah apa yang
seharusnya atau apa yang idealnya terjadi. Selain itu hukum juga
bersifat priori yang berarti bahwa hukum itu berada pada garda depan
dalam kehidupan manusia sehingga manusia sebagai anggota masyarakat
kemudian mengikuti isi dari norma hukum tersebut.
Terdapat beberapa teori yang termasuk ke dalam teori
hukum klasik ini. Beberapa teori sebagaimana dimaksud yaitu; teori
hukum Islam, teori hukum Yunani-Romawi serta teori hukum alam.
Masing-masing teori tersebut memiliki kekhasan yang akan dibahas
dalam uraian ini.
Berdasarkan pada teori hukum Islam maka hukum yang
dimaksud tidak lain adalah kaidah hukum Allah yang disebut dengan
syariah. Syariah dalam teori ini diartikan sebagai hukum Allah SWT
yang diwahyukan kepada para Rasulullah bagi seluruh umat manusia.
Sebagai suatu kaidah hukum yang berasal dari Tuhan maka syariah ini
bersifat abadi dan universal. Bersifat abadi dan universal berarti
bahwa ketentuan-ketentuan di dalam syariah itu akan tetap berlaku
sejak dahulu hingga hari akhir dan universal berarti bahwa
ketentuan-ketentuan di dalam syariah itu berlaku secara umum bagi
setiap manusia, kapan pun dan dimanapun. Sebagai suatu hukum maka
syariah memiliki jangkauan yang meliputi; kesatuan ayat qauliyah dan
ayat qauniyah, kesatuan das sollen dengan das sein, kesatuan
dinamikam kesatuan dunia akhirat serta mengakomodir baik keadaan
normal maupun keadaan darurat. Dengan perkataan lain bahwa segala
keadaan atau kondisi yang terjadi dalam kehidupan manusia telah
diatur dalam syariah yang di dalam ajaran Islam syariah itu terdiri
dari dua hal yaitu kaidah ibadah dan kaidah muamalah. Mengenai
hubungan antara syariah dengan negara dan masyarakat, teori hukum
Islam dengan jelas menyebutkan bahwa kedudukan negara dan masyarakat
adalah subordinat (lebih rendah) terhadap syariah. Dengan demikian
maka segala perilaku negara termasuk masyarakat di dalamnya harus
sesuai atau berdasarkan pada syariah. Dalam hubungan yang lebih
konkrit maka hukum negara, hukum masyarakat serta hukum manusia itu
sendiri haruslah berada dalam bingkai syariah. Selain memberikan
penjelasan mengenai kedudukan syariah sebagaimana dimaksud,
berdasarkan teori hukum Islam ini keadilan dipandang sebagai suatu
proporsionalitas antara hak dan kewajiban setiap manusia dalam peran
dan kedudukannya yang plural serta kedekatannya dengan Allah SWT.
Kemunculan teori hukum Yunani – Romawi berawal pada
masa kenabian Nabi Daud As dan Nabi Musa As. Menurut teori hukum ini,
hukum berasal dari dewa yang merupakan anugerah terbesar bagi
manusia. Sebagai anugerah terbesar bagi manusia menurut teori ini
hukum didefinisikan sebagai tatanan perdamaian yang dialndaskan pada
keadilan, memerintahkan orang untuk menahan diri serta menyerahkan
penyelesaian sengketa pada hakim. Dalam teori ini hukum memiliki
kedekatan dengan agama bahkan hukum dan agama dipandang sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai akibat dari pandangan yang
demikian maka para nabi, pastur, pendeta, gereka serta raja merupakan
sumber hukum, pembuat hukum, pelaksana serta penegak hukum. Kedudukan
beberapa golongan sebagaimana dimaksud kemudian menimbulkan suatu
kondisi pengkultusan terhadap kaidah hukum yang dibuat oleh
golongan-golongan tersebut. Menurut pendapat penulis, dapat dikatakan
bahwa tidak ada pemisahan antara kehidupan beragama dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada masa berkembangnya teori
ini muncul pula pemikiran pemikiran mengenai hukum dan keadilan dari
dua orang filosof terkemuka yaitu Plato dan Aristoteles. Plato
mengemukakan sebuah pendapat mengenai keadilan yang pada intinya
menyatakan bahwa keadilan merupakan kesesuaian antara pekerjaan
dengan kemampuan seseorang sementara Aristoteles membagi konsep
mengenai keadilan menjadi keadilan distributif dan keadilan kolektif.
Teori hukum ke tiga yang termasuk dalam teori hukum
klasik adalah teori hukum alam. Menurut teori ini, ‘alam’
merupakan dasar dar adanya hukum. Sementara inti dari alam terdapat
di dalam akal dengan Tuhan sebagai sumber tertinggi dari akal
tersebut. Oleh karena itu hukum alam sebagai hukum yang bersumber
dari Tuhan bersifat abadi dan universal. Selain itu, menurut teori
ini, hukum juga merupakan penuntun perkembangan dan pelaksanaannya
secara ideal. Hukum dalam teori ini sarat dengan nilai moralitas dan
tidak memisahkan antara das sollen dengan das sein serta berisi
asas-asas yang absolut.
Tokoh-tokoh teori hukum alam ini adalah Thomas Aquinas,
Grotius, D.Hume, Thomas Hobbes, John Locke serta Lon Fuller. Menurut
Thomas Aquinas, kehidupan dunia diatur oleh tatanan (akal) ketuhanan
yang merupakan hukum tertinggi. Terdapat empat macam hukum menurutnya
yaitu; Lex aeterna yang merupakan hukum dari Tuhan untuk
mengatur alam semesta, Lex naturalis yang berisi petunjuk umum
tentang naluri untuk mempertahankan hidup, membentuk keluarga,
mengenal Tuhan serta hidup bermasyarakat, Lex divina yang
merupakan penjabaran dari lex aeterna (tercantum dalam kitab
perjanian lama dan kitab perjanjian baru) serta lex humana
yang merupakan hukum buatan manusia. Mengenai keadilan, Thomas
Aquinas berpendapat mengenai adanya keadilan distributif dan keadilan
komutatif.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa disamping
teori hukum klasik terdapat pula teori hukum modern sebagai bagian
dari kajian teori hukum. Konsep hukum modern muncul pada abad ke 19.
Berdasarkan konsep ini, modern berarti otonom, logis, rasional,
mekanis serta teratur. Hukum berdasarkan pada konsep modern ini
dipandang sebagai norma buatan manusia yang lahir melalui kesepakatan
dalam suatu musyawarah perwakilan. Hukum yang lahir dari kesepakatan
tersebut kemudian dipositifkan dan dikodifikasikan (dihimpun dalam
sebuah kitab undang-undang) sehingga bersifat sistematis, mekanis,
linier, determistik. Hukum yang demkian kemudian menjadi hukum
postif, hukum yang berlaku pada suatu tempat pada saat itu atau yang
dikenal juga dengan istilah Ius constitutum. Di Indonesia,konsep yang
demikian dikenal dengan istilah Ilmu Hukum (Jurisprudence)
atau legal doctrine atau legal theory.
Kemunculan konsep hukum modern sebagaimana tersebut di
atas dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, adanya pemikiran
dari August Comte yang pada pokoknya menyatakan bahwa terdapat
beberapa era dalam kehidupan manusia yaitu era teologis, era
metafisis, era fisis/positivis. Pada era teologis, manusia selalu
taat kepada Tuhan nya. Hal demikian menyebabkan manusia menjadi
kurang kreatif dan kurang mampu untuk berfikir karena yang ada
hanyalah ketaatan kepada Tuhan. Pada Era metafisis, manusia mulai
menyadari bahwa disekitar kehidupannya terdapat hal-hal yang bersifat
fisis/nampak dan metafisis/kekuatan-kekuatan yang tidak nampak tetapi
diyakini keberadaannya serta memberikan pengaruh yang luar biasa.
Sementara itu pada era fisis/positifis, manusia mulai terfokus pada
hal-hal yang bersifat fisis dimana hal-hal tersebut dikendalikan oleh
akal pikiran manusia. Sejak saat itulah manusia mulai mengendalikan
akal pikirannya dan tidak lagi bergantung kepada Tuhan beserta
hal-hal yang bersifat metafisis.
Menurut Henry S. Maine, kehidupan manusia pada era
modern berdasarkan pada adanya suatu kontrak bukan berdasarkan pada
status sosial yang dimilikinya. Dengan demikian, manusia kan dihargai
atas dasar prestasi/pencapaiannya tanpa memandang status sosial
keluarga atau orang tuanya. Selain pemikiran ini, kemunculan teori
hukum modern juga dilatarbelakangi oleh terjadinya
perubahan-perubahan kehidupan yang siginifikan pada abad ke 18 salah
satunya adalah revolusi industri di Inggris. Pada pokoknya revolusi
tersebut menuntut adanya perubahan kehidupan dalam masyarakat Inggris
yang digerakkan oleh tuntutan golongan borjuis (golongan pemilik
modal) sebagai kelas baru dalam masyarakat Inggris saat itu. Kaum
borjouis sebagai kekuatan baru melakukan gugatan terhadap kehidupan
masyarakat yang saat itu didominasi oleh golongan kaisar dan golongan
gereja.
Pemikiran Rene des Cartes yang sangat terkenal dengan
ajarannya ‘Cogito Ergo Sum’ (aku berfikir maka aku
mengenal) turut pula melatarbelakangi kelahiran teori hukum modern
ini. Hingga Rene des Cartes kemudian dikenal sebagai Bapak Hukum
Modernisme. Berkaitan dengan ajaran tersebut, kemampuan berfikir itu
ada pada setiap manusia berakal sehingga rasionalisme selalu
beriringan dengan individualisme. Dengan perkataan lain, dalam aliran
modernism selalu terdapat aliran rasionalisme dan individualisme.
Dalam hal ini modernisme diartikan sebagai suatu aliran filsafatik
yang menempatkan rasio (akal manusia) di atas segalanya. Selain
pemikiran Rene des Cartes, pemikiran Isaac Newton melalui teori
atomnya juga turut melatarbelakangi kemunculan teori hukum modern.
Menurut Isaac Newton, alam ini bersifat fisis.
Berkaitan dengan aliran modernism, hal-hal yang dapat
menjadi objek garapan di dalam berfikir adalah hal-hal yang bersifat
fisis atau materiil yang tak lain adalah benda-benda yang dapat
dilihat dengan panca indra. Dengan demikian, dalam aliran modernism
juga terkandung faham materialisme (jelas, tegas dan pasti) dan
positifisme. Apabila dikaitkan dengan keberadaan hukum, maka hukum
menjadi suatu kaidah yang konkrit pada saat hukum itu dipositifkan
sehingga puncak daripada perkembangan hukum tidak lain adalah pada
saat hukum yang telah dipositifkan tersebut kemudian dikodifikasikan
dalam suatu kitab undang-undang.