Jumat, 17 September 2010

ANALISIS YURIDIS TERHADAP INDIKASI TERJADINYA TRANSAKSI BENTURAN KEPENTINGAN DALAM KASUS PENJUALAN SAHAM PT MATAHARI DEPARTEMENT STORE OLEH PT MATAHARI PUTRA PRIMA TBK SERTA UPAYA PERLINDUNGAN BAGI PEMEGANG SAHAM MINORITAS (BAGIAN I)


*) NB : Seluruh tulisan yang ada di blog ini dapat dikutip untuk keperluan akademis dengan mencantumkan sumbernya. STOP PLAGIARISME

Oleh: Inda Rahadiyan

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan prinsip yang sangat penting bagi kemajuan perekonomian suatu negara. Bahkan, pelaksanaan prinsip GCG dapat dianggap sebagai terapi yang manjur dalam rangka membangun kepercayaan antara pihak manejemen perusahaan dengan para penanam modal beserta krediturnya sehingga pemasukan modal dapat terjadi kembali yang pada gilirannya akan membantu pemulihan kondisi ekonomi Indonesia.[1] Prinsip perlindungan bagi pemegang saham merupakan salah sat prnsip dalam GCG yang juga mendapat pengaturan dalam hukum pasar modal Indonesia terutama berkaitan dengan permasalahan transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
Mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan mendapat pengatura secara eksplisit dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Pengaturan sebagaimana dimaksud merupakan salah satu manivestasi dari pelaksanaan prinsip GCG khusunya pemberian perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Berkaitan dengan hal tersebut fungsi pengawasan terhadap bidang pasar modal oleh BAPEPAM juga diharapkan mampu turut mewujudkan pemegang saham independen/minoritas.
Salah satu contoh kasus di bidang pasar modal yang ditengarai sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan dan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas adalah transaksi penjualan 90,7 % saham Matahari Department Store (MDS) kepada Meadow Asia Company Limited (MAC) oleh PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP). Dalam kasus tersebut pihak MPP telah menandatangai perjanjian penjualan saham sebagaimana dimaksud pada akhir bulan Februari 2010 dengan nilai transaksi sebesar Rp 7,16 triliun.[2]
Menganggapi adanya transaksi tersebut, Bapepam LK sebagai otoritas pasar modal kemudian menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen MPP. Dalam pertemuan itu Bapepam LK meminta kepada pihak menejeme MPP untuk memberikan penjelasan secara lebih rinci kepada public mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.[3]
Beberapa hari kemudian usai pertemuan dengan menejemen MPP, Bapepam LK kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk memberikan penjelasan kepada publik  mengenai segala bentuk utang yang dimiliki MPP.[4] Hal ini dilakukan sehubungan dengan rencana penggunaan dana hasil penjualan sebesar Rp 7,16 triliun oleh MPP.
Berkaitan dengan transaksi penjualan saham MDS, beberapa pengamat pasar modal antara lain Goe Siaw Hong menilai bahwa transaksi penjualan saham MDS tergolong rumit dan mengandung benturan kepentingan sehingga akanlebih menguntungkan bagi MPP selaku pemegang saham pengendali MDS daripada bagi para pemegang saham minoritas.[5]
Selain itu, Bapepam LK menduga telah terjadi aksi penggorengan saham MDS yang berkode LPPF sejak akhir tahun 2009. Dugaan itu antara lain diperkuat oleh adanya fakta bahwa saham LPPF telah dijadikan jaminan untuk memperoleh pinjaman dana sebesar Rp 3,25 triliun dari Bank Cimb Niaga dan Standard Chartered. Selanjutna uang pinjaman tersebut dipinjamkan kembali kepada MAC sebagai dana tambahan untuk mengakuisisi MDS.[6]
Bapepam LK kembali mengingatkan agar para pemegang saham mewaspadai rencana bisnis MPP pasca penjualan saham MDS. Otoritas pasar modal ini juga mengingatkan agar para pemegang saham tidak terbuai dengan pembagian deviden semata mengingat pembagian deviden hanya merupakan keuntungan yang bersifat jangka pendek sementara penjualan mayoritas saham MDS akan menimbulkan pengaruh bagi kinerja MPP dalam jangka penjang. Peringatan tersebut bukan tanpa alasan karena MDS merupakan bidang usaha terbesar bagi MPP. Dengan demikian, Bapepam LK bersama sama dengan para pemegang saham minoritas harus melakukan serangkaian upaya pengawasan dalam rangka mengawal proses penjualan saham yang ditengarai mengandung benturan kepentingan tersebut agar jangan sampai menimbulkan kerugian khususnya bagi pemegang saham minoritas.[7]
B.     Rumsan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Indikasi apasajakah yang menunjukkan terjadinya transaksi yang mengandung benturan kepentingan dalam penjualan saham Matahari Departement Store oleh PT Matahari Putra Prima Tbk dalam kasus tersebut?
2.      Bagaimanakan benuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang saham minoritas dalam kasus tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Indikasi Terjadinya Transaksi Benturan Kepentingan dalam Penjualan Saham Matahari Departement Store oleh PT Matahari Putra Prima Tbk
Transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest) mendapatkan pengaturan secara ekspliit dalam hukum pasar modal Indonesia. Transaksi benturan kepentingan diatur dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM).[8] Pasal 82 ayat (2) UUPM menentukan bahwa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dapat mewajibkan emiten atau persahaan publik untuk memperoleh mayoritas pemegang saham independent apabila emiten atau perusahaan publik melakukan transaksi dimana kepentingan ekonomis emiten atau perusahaan publik tersebut berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris atau pemegang saham utama emiten atau pemegang saham dimaksud. Berkaitan dengan penjualan saham MDS oleh MPP kepada MAC, pada hari Jumat tanggal 9 April 2010 pihak menejemen MPP telah mendapat persetujuan dari RUPS sehingga secara yuridis MAC sebagai perusahaan joint venture anatara CVC dengan MPP telah berdiri sekaligus berkedudukan sebagai pemgeng saham pengendali dari MDS.
Kembali pada bahasan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan, transaksi ini diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam No.IX.E.1 sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentngan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud.[9]
Apabila fakta yang terdapat dalam transaksi penjualan saham Matahari Departement Store (MDS) dihubungkan dengan pengertian benturan kepentingan sebagaimana tecantum dalam kedua peraturan tersebut maka terdapat beberapa hal yang dapat ditengarai sebagai indikasi terjadinya transaks benturan kepentingan pada penjualan saham MDS. Ada pun beberapa hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Transaksi penjualan saham Matahari Departement Store (MDS) diawali dengan langkah PT Matahari Putra Prima tbk dan CVC, sebuah perusahaan pengelolan dana internasional yang berasal dari Luxemburg untuk membentuk sebuah perusahaan patunga (joint venture) bernama Meadow Asia Company (MAC). Dalam perjanjian joint venture tersebut disepakati bahwa CVC akan menguasai 80% saham MDS sementara MPP akan menguasai 20% saham. Lalu keduanya menandatangani perjanjian pada blan Februari 2010. Secara lebih rinci dalam perjanjian itu disebutkan bahwa MAC akan membeli 90,7 % saham MDS yang merupakan milik MPP. Transaksi ini menjadi semakin rumit karena terdapat pinjaman dari MPP kepada CVC sebesar Rp 2,25 triliun yang nantinya kan digunakan oleh MAC untuk membeli saham MDS.[10] Berdasarkan fakta ini dapat diketahui bahwa MPP selaku pemegang saham pengendali atas MDS memiliki kepentingan tersendiri yaitu menjadi salah satu pemegang saham dari MAC yang notabene adalah perusahaan hasil joint venture antara MPP dengan CVC Capital. Indikasi terjadinya benturan kepentingan dalam transaksi ini semakin terlihat ketika pihak MPP justru mencarikan dana pinjaman bagi MAC dalam rangka pembelian MDS.
2.      Pihak menejemen MPP memberikan penjelasan kepada publik mengenai rencana alokasi dana hasil penjualan MDS. Berdasarkan penjelasa tersebut, dana hasil penjualan akan digunakan sebagai pembayaran utang sebesar Rp 3,4 triliun sementara sisanya dialokasikan untuk pembagian deviden dan pengembangan bisnis hypermart.[11] Dalam hal ini, MPP selaku pemegang saham pengendali MDS jelas memiliki kepentingan sendiri dalam rangka melunasi utang obligasinya yang telah jatu tempo. Selain itu dalam transaksi ini MPP dapat dikatakan sebagai pihak yang paling mendapat keuntungan sementara bagi pemegang saham indepen/minoritas transaksi ini memang memberikan keuntungan berupa peningkatan deviden namun perlu dicermati secara lebih mendalam bahwa peningkatan jumlah deviden hanya merupakankeuntungan yang bersifat jangka pendek sementara penjualan MDS oleh MPP berpotensi besar menurunkan kinerja MPP dalam jangka penjang yang pada akhirnya dapat merugikan perusahaan. Anggapan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa MDs merupakan bidang usaha terbesar yang memberikan pemasukan sekitar 40 % bagi kas MPP. Berdasarkan pada beberapa fakta sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penjualan mayoritas saham MDS oleh MPP terindikasi sebagai transaksi yang mengandung benturan. Benturan kepentingan yang dimaksud dalam hal ini adalah benturan kepentingan antara PT Matahari Putra Prima (MPP) selaku pemegang saham pengendali atas MDS dengan para pemegang saham minoritas. Dalam kaitannya dengan hal ini pemegang saham independen adalah pemgeng saham publik atau pemegang saham minoritas yang harus mendapatkan perlindungan hukum.[12]
Lebih lanjut, mengenai modus transaksi yang mengandung benturan kepentingan diatur dalam Perauran Bapepam Nomor IX.E.1. Menurut peraturan ini transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi perusahaan public atau emiten berupa:
a.       Penggabungan saha, pembelian saham, peleburan usaha atau pembentukan usaha patungan
b.      Perolehan kontrak penting
c.       Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material
d.      Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain
e.       Memberi pinjaman  kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris. Atau pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris
f.       Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris
g.      Melepaskan aktiva perusahaan public kepada perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur atau komisaris
h.      Mengalihkan aktiva kepada pihaklain yangmana turut berperan dalam transaksi tersebut pemegang saham utama, komisaris atau direksi dari perusahaan public atau emiten
i.        Memakai jasa perusahaan dimana pemegang pemegang saham utama, direksi, komisaris dari perusahaan public menjadi pemeang saham, direktur atau komisaris.
j.        Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama, komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris
k.      Melakukan penyertaan pada perusahaan lain. Perusahaan melakukan penyertaan kepada perusahaan lain yangmana pemegang saham utama, direksi atau komisaris menjadi pemgang saham, direksi atau komisaris pada perusahaa yang menerima penyertaan
l.        Menggunakan fasilitas pada peruahaan pubilk oleh perusahaan lain baik  afiliasi atau bukan. Perusahaan publik memberikan jasa penggunaan fasilitas kepada perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, direksi atau komisaris menjadipemgang saham, direksi atau komisaris pada perusahaan yang menggunakan fasilitas tersebut.
m.    Perusahaan menggunakan fasilitas perusahaan lain. Perusahaan publik menggunakan fasilitas perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, komisaris atau direksi perusahaan publik merupakan pemegang saham, direksi atau komisaris dari pemberi fasilitas
n.      Dan transaks lain yang terindikasi adanya benturan kepentingan.[13]
Berdasarkan pada modus atau kriteria suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana tersebut di atas, maka transaksi enjualan 90,7% saham Matahari Departement Store oleh Matahari Putra Prima kepada CVC Capital melalui Meadow Asia Company (MAC) dapat dikatakan sebaai transaksi yang mengandung benturan kepentingan karena alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Transaksi penjualan saham Matahari Department Store sebelumnya diawali dengan transaksi pembentukan usaha patungan (joint venture). Transaksi penjualan saham Matahri Department Store didahului dengan langkah PT Matahari Putra Prima Tbk yang mengadakan perjanjian dengan CVC Capital untuk membentuk sebuah perusahaan patungan dengan nama Meadow Asia Company Limited. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa CVC akan menguasai 80 % saham sementara MPP akan memiliki 20 % saham. Dalam perjanjian ini disebutkan juga bahwa Meadow akan membeli 90,7% saham PT Matahari Department Store yang merupakan milik PT Matahari Putra Prima.Transaksi ini menjadi semakin rumit karena terdapat pinjaman dari MPP kepada MAC sebesar Rp 3,25 triliun untuk membeli MDS.[14] Dengan demikian, jelaslah bahwa transaksi penjualan saham Matahari Department Store memenuhi kriteria sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan yaitu pembentukan usaha patungan dalam pendirian MAC yang nantinya MPP sebagai pemegang saham pengendali atas MDS akan turut serta berkedudukan sebagai pemegang 20% saham pada MAC. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam LK No.IX.E.1
2.      Nilai penjualan saham MDS mencapai Rp 7,16 triliun namun justru dana pembelian sejumlah tersebut tidak sepenuhnya berasal dari CVC melainkan justru ada yang berasal dari MPP sendiri. Sebesar Rp 3,25 triliun mendapat pinjaman dari Bank Cimb Niaga dan Standard Chartered Bank melalui MPP sebagai peminjam. Peminjaman itu dilakukan dengan menjaminkan 98% saham yang nantinya baru akan dimiliki oleh MAC. Bentuk transaksi ini dalam istilah pasar modal dikenal sebagai transaksi laveraged buyout, yaitu melakukan akuisisi dengan cara meminjam uang dari bank.[15] Berdasarkan fakta tersebut maka transaksi penjualan saham MDS memenuhi kriteria sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Dikatakan sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan karena pihak Matahari Putra Prima meminjamkan kembalai dana yang diperolehnya dari kredit Bank Cimb Niaga dan Standard Chartered kepada MAC untuk membeli MDS dimana MPP sendiri nantinya akan berkedudukan sebagai salah satu pemegang saham (sebesar 20%) dari keseluruhan saham MAC.  Terlepas dari peminjaman dana yang dilakukan oleh MPP, besar kemungkinan masih terdapat fakta lain dibalik transaksi rumit ini belum diketahui oleh publik yang menurut pendapat pribadi penulis fakta sebagaimana dimaksud terindikasi kuat menunjukkan adanya suatu benturan kepentingan.
3.      PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) melakukan pelepasa aktiva sebesar 90,7% saham kepada PT Meadow Asia Company (MAC) dimana MPP nantinya merupakan pemegang 20% saham MAC. Fakta ketiga ini juga memenuhi kualivikasi sebagai suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Bapepam LK No.IX.E.1 ayat 2 huruf g dan h.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar